Ini Kata Para Tokoh Tentang RUU Omnibus Law

ILUSTRASI. Foto: Ist

Mahalli mengakui di kalangan pengusaha, masih terjadi multitafsir pemahaman tentang Omnibus Law. Pemerintah dianggap belum melakukan sosialisasi menyeluruh, sehingga masih jadi perdebatan.

“Omnibus Law pada dasarnya menyederhanakan regulasi. Maka Omnibus Law harus dikaji oleh akademisi dan pengusaha,” tandasnya.

Sementara itu, Dekan Fakultas Hukum Universitas Pakuan Bogor, Raden Muhammad Mihradi, menjelaskan terjadinya obesitas regulasi menimbulkan dampak serius. Pertama, lemahnya daya saing investasi (Ease of Doing Business/EoDB) dan pertumbuhan sektor swasta. Pada bidang kemudahan berusaha, EoDB yang dirilis Bank Dunia (World Bank), Indonesia menduduki peringkat ke 73 dari 190 negara.

Dalam laporan pada 2019, posisi Indonesia tercatat turun satu peringkat dibandingkan tahun sebelumnya meskipun indeks yang diraih pemerintah naik 1,42 menjadi 67,96. Omnibus Law hadir menjadi terobosan untuk menjawab dua hal sekaligus, yaitu efisiensi hukum dan harmonisasi hukum.

BACA JUGA   RDTR Kawasan Perkotaan Cikembar Kabupaten Sukabumi Dipaparkan di Hadapan Pejabat Kementerian ATR/BPN

RUU Omnibus Law sebenarnya mengambil konsep hukum di negara-negara common law, di mana Indonesia menganut sistem civil law. Sehingga wajar jika masyarakat Indonesia agak kurang akrab dengan Omnibus Law walaupun memang Indonesia sudah memiliki undang-undang yang serupa.

“Omnibus Law adalah satu undang-undang yang mengatur beberapa kepentingan luas,” ucapnya.

Semangat Presiden Joko Widodo membuat terobosan Omnibus Law tapi sayangnya tidak linear saat dimasukkan dengan teknis Omnibus Law. Satu di antaranya terlalu banyak materi dalam Omnibus Law yang disinggung, seperti UU tentang Pers, UU tentang Kesehatan, dan lainnya, yang sebenarnya tidak langsung berkenaan dengan investasi.

Add New Playlist