“Kami sudah beberapa kali mendatangi Kantor ATR/BPN dan berkirim surat. Tapi belum ada kepastian kapan sertifikat tanah warga dikembalikan,” ungkapnya.
Menurut Puloh, informasi yang diterima dari pejabat Kantor ATR/BPN, pembagian sertifikat tanah warga Kecamatan Warungkiara itu harus disertai dengan penerbitan Peraturan Bupati Sukabumi.
“Ini sangat janggal sekali. Padahal tidak ada dalam peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi mengharuskan ada Perbup. Ada apa dengan ATR/BPN?,” ucapnya.
Puloh berharap DPRD Kabupaten Sukabumi turun tangan membantu persoalan yang tengah dihadapi warga Kecamatan Warungkiara. Ia juga menginginkan pihak ATR/BPN dan Dinas Pertanahan dan Tata Ruang (DPTR) Kabupaten Sukabumi dihadirkan pada pertemuan selanjutnya.
“Kami minta pejabat ATR/BPN memberikan penjelasan mengenai penarikan sertifikat tanah milik para petani ini. Kalau tidak ada kejelasan, kami akan duduki Kantor ATR/BPN dan melaporkan kepada Pak Presiden,” tegasnya.
Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Sukabumi, Paozi, mengaku permasalahan yang terjadi di tengah-tengah warga Kecamatan Warungkiara baru muncul ke publik. Paozi berjanji akan membantu para petani supaya sertifikat tanah yang menjadi hak mereka segera dikembalikan.
“Sertifikat yang diberikan kepada masyarakat itu merupakan program pemerintah, program Pak Jokowi. Tapi aneh bisa ditarik kembali oleh instansi terkait. Sungguh keterlaluan,” ketusnya.
Rencananya, Komisi I dan petani Kecamatan Warungkuara akan menggelar kembali pertemuan dengan menghadirkan pejabat Kantor ATR/BPN dan DPTR di ruang Badan Musyawarah (Bamus) DPRD Kabupaten Sukabumi pada waktu yang belum ditentukan. (adv)