Dijelaskan bahwa penyusunan APBD 2026 dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai asumsi makro ekonomi, pendapatan, serta kebutuhan belanja dan pembiayaan daerah. Penyesuaian dilakukan supaya anggaran yang terbatas bisa dimanfaatkan secara optimal untuk program-program prioritas yang berdampak terhadap masyarakat.
“Sebelum disahkan menjadi Perda definitif, Raperda APBD 2026 akan disampaikan kepada Gubernur Jawa Barat untuk dievaluasi,” ucapnya.
Di bagian lain, penyusunan regulasi baru tentang pusat perbelanjaan dimaksudkan untuk memperkuat sektor ekonomi daerah agar pertumbuhan toko swalayan dan usaha kecil menengah tetap seimbang. Alhasil, diperlukan penataan supaya bisa tumbuh bersama tanpa saling mematikan.
“Pusat perbelanjaan, swalayan, pasar rakyat, dan UMKM memiliki peranan penting dalam pembangunan ekonomi daerah,” tegasnya.
Menurutnya, dalam regulasi ini mengatur zonasi pendirian pusat perbelanjaan dan toko swalayan, kuota pembangunan, jarak minimal dari pasar rakyat, hingga jam operasional. Penetapan zonasi mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kabupaten Sukabumi. Selain itu, setiap toko swalayan berbentuk minimarket, supermarket, hypermarket, atau grosir diwajibkan menjalin kemitraan dengan pelaku UMKM dan Industri Kecil Menengah (IKM).
“Ada ketentuan sanksi administratif bagi pelaku usaha yang melanggar. Regulasi ini dibuat bertujuan menciptakan ketertiban, kepastian hukum, serta perlindungan bagi pasar rakyat agar bisa tumbuh dan berkembang,” pungkasnya. (adv)