Yaya menilai surat pemberitahuan eksekusi itu telah melampaui kewenangan, karena tidak ada satu pun amar putusan perkara aquo yang menyebutkan mengenai pengosongan objek perkara. Sehingga eksekusi yang dilakukan juru sita PA Cibadak itu diduga sebagai bentuk kesewenang-wenangan dan melanggar hukum.
“Sengketa waris ini juga kami gugat balik ke Pengadilan Negeri (PN) Cibadak dengan perkara perdata Nomor: 11/Pdt.G/2011/PN.Cbd. Klien kami sebagai pihak penggugat telah diperiksa hakim PN Cibadak. Dalam amar putusan PN Cibadak yang telah berkekuatan hukum tetap memutuskan kepemilikan sebidang tanah dan bangunan seluas 400 meter persegi yang terletak di Kampung Kidang Kencana, Kelurahan/Kecamatan Palabuhanratu SHM No. 2281 perubahan dari SHGB No. 41 Tahun 1984 itu sah milik Maemunah Binti Iya Dimaja. Dengan demikian seharusnya tidak ada harta waris dalam perkara di PA Cibadak,” terang Yaya.
Pada amar putusan PN Cibadak itu juga memerintahkan kepada turut tergugat untuk mengubah nama dalam SHM No. 2281 dari atas nama M Udi kepada atas nama para penggugat.
“Dengan terbitnya putusan aquo, maka demi hukum atas objek sengketa tersebut adalah sah milik klien kami dan telah dieksekusi PN Cibadak. Terlebih, surat pemberitahuan eksekusi yang diterbitkan PA Cibadak itu cacat hukum. Sehingga eksekusi tidak bisa dijalankan dan gugur dengan sendirinya,” beber Yaya.
Berdasarkan keterangan, gugatan sengketa waris itu sudah bergulir di PA Cibadak sejak 12 tahun lalu. Kasus ini mencuat bermula saat anak-anak almarhum M Udi menggugat sebidang objek tanah seluas 400 meter persegi di Kampung Kidang Kencana RT 02/27, Kelurahan/Kecamatan Palabuhanratu, yang ditempati para ahli waris dari almarhum Iya Dimaja.